Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 30 November 2014

MAKALAH EKOLOGI HEWAN : Hewan Di Gurun Pasir, Hutan Basah, Lahan Basah, Deforestrasi Hutan


MAKALAH EKOLOGI HEWAN
Hewan Di Gurun Pasir, Hutan Basah, Lahan Basah, Deforestrasi Hutan

 

OLEH
KELOMPOK IX ( SEMBILAN)

1.      LETI FERNANDA
2.      RADILA WIDAYATI
3.      TRISISKA NOPAYANTI




JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014



BAB I
HEWAN DAN EKOSISTEM
1.       
           Hewan di gurun pasir
a.      Pengertian Gurun dan Karakteristiknya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gurun diartikan sebagai padang luas yang tandus, atau padang pasir.
        Dalam pengertian lain juga disebutkan gurun yaitu suatu daerah dimana curah hujannya sangat kecil yaitu kurang dari 250mm/tahun,sifat udaranya kering dan hampir tidak ada tumbuh-tumbuhan yang hidup.
Gurun disebut juga daratan kering, karena klasifikasi gurun berdasarkan tingkat kekeringan di suatu wilayah. Hampir seperempat permukaan bumi daratan merupakan daerah gurun dengan temperatur yang dapat melebihi 55 derajat Celcius pada siang hari dan sangat dingin pada malamhari.
Gurun pasir sebagai biosper karena gurun pasir merupakan tempat kehidupan yang terdiri semua jasad hidup, air, udara, tanah dan materi yag membentuk ekosistem pada gurun pasir tersebut.
Ciri atau karakteristik dari ekosistem gurun dapat dilihat dari posisi geografisnya, iklim, curah hujan dan cuacanya.
 Posisi geografis
            Ekosistem ini paling luas terpusat di sekitar 20 derajat LU, mulai dari Pantai Atlantik di Afrika hingga ke Asia Tengah. Sepanjang daerah itu terdapat kompleks gurun Sahara, gurun Arab dan gurun Gobi dengan luas mencapai 10 juta kmpersegi.
Bentang gurun memiliki beberapa ciri umum. Gurun sebagian besar terdiri dari permukaan batu karang. Bukit pasir yang disebut erg dan permukaan berbatu merupakan bagian pembentuk lain dari gurun.

Dilihat dari letak geografisnya ekosistem gurun memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tingkat evaporasi (penguapan) yang lebih tinggi daripada curah hujan
b. Tumbuhannya berdaun kecil seperti duri dan mempunyai akar yang panjang. (Daun yang kecil berfungsi untuk mengurangi penguapan Akar panjang berfungsi  untuk mengambil air dari tempat yang dalam dan kemudian disimpan dalam jaringan spons.)
c. Dihuni oleh hewan jenis pengerat contohnya, hamster dan gerbill.
d. Air tanah cenderung asin karena larutan garam dalam tanah tidak cenderung berpindah baik karena pencucian oleh air maupun drainase.

Iklim
Iklim di gurun luar biasa ekstrim, kalau panas sangat panas sekali dan kalau dingin luar biasa dingin. Ada beberapa musim di Kuwait yaitu Panas (32-40°C sekitar Jun-Jul) , Panas Sekali (41-50° C sekitar Jul – Aug – Sep), Dingin (8-20°C sekitar Nopember).
Ciri-ciri :
a. Iklim panas dan kering sepanjang tahun.
b. Penternakan nomad dijalankan.
c. Penduduk hidup berpindah-randah untuk nencari sumber air.
d. Hujan tahunan kurang daripada 250mm.
e. Suhu harian sangat tinggi, yaitu antara 22°C hingga 32°C.

 Curah Hujan
 Gurun didefinisikan dengan ketat sebagai sebuah tempat yang menerima curah hujan kurang dari 254 mm (10 inci) setahun.
Ciri-ciri :
a. Curah hujan sangat rendah, + 25 cm/tahun
b. Kecepatan penguapan air lebih cepat dari presipitasi
c. Kelembaban udara sangat rendah
d. Perbedaan suhu siang hari dengan malam hari sangat tinggi (siang dapat mencapai 45 C, malam dapat turun sampai 0° C)
e. Tanah sangat tandus karena tidak mampu menyimpan air

Cuaca di Gurun Pasir
Di dunia ini kira-kira sepertiganya berupa gurun. Atau lebih dikenal daerah dengan curah hujan yang sangat rendah (<25cm/tahun). Daerah ini dikenal sebagai daerah beriklim Arid (kering). Daerah ini biasanya memiliki kelembaban udara yang sangat rendah. Sudah disebutkan diatas bahwa gurun itu daerah ini yang sedikit pohon, artinya penyebab utamanya adalah karena sedikit air yang ada disana.
Salah satu yang termudah adalah melihat apa saja yang mengontrol kelembaban udara atau kandungan air di udara ini. Karena kandungan air diudara inilah yang nantinya bertanggung jawab atas terdapatnya air di suatu tempat atau disuatu daerah (kawasan) tertentu.Salah satu untuk melihat kandungan air tentusaja melihat pola angin, awan dan pola hujan di bumi. Di sebelah kanan ini peta bumi yang menggambarkan tempat-tempat di bumi ini dimana curah hujannya rendah 25-50 mm/tahun (semi arid), dan daerah yang memiliki curah hujan sangat rendah dibawah25mm/tahun.
Terlihat bahwa tempat yang langka dengan hujan (arid) berada disekitar daerah tropis. Tentunya daerah tropis atau berada diantara 30° Lintang Utara dan 30° Lintang Selatan. Daerah tropis ini daerah yang memiliki suhu rata-rata tahunan sangat tinggi.

b.      Kehidupan Di Gurun
Panas menyengat di siang hari, dingin membeku di malam hari, kemarau selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan berturut-turut, kelangkaan makanan. Semua ini adalah bagian dari lingkungan gurun. Sangat sulit bertahan hidup dalam kondisi yang sedemikian keras. Namun, di balik semua kesulitan ini, berbagai jenis makhluk bisa bertahan hidup dan bahkan berkembang pesat di gurun. Bila kita amati, akan tampak bahwa semua struktur tubuh dan gerakan makhluk-makhluk ini telah diciptakan dengan karakteristik yang sesuai untuk kehidupan di sana. Allah menciptakan ciri khas tertentu untuk melindungi makhluk- makhluk ini dari panas. Bila kita memperhatikan lebih dekat sebagian contoh ciri-ciri ini, kita dapat melihat dengan jelas bahwa kelengkapan makhluk-makhluk ini tidak mungkin ada dengan begitu saja, melainkan diciptakan oleh Sang Pencipta yang memiliki kekuatan yang sangat hebat.

1.      Unta atau Onta
Unta atau Onta adalah dua spesies hewan berkuku genap dari genus Camelus (satu berpunuk tunggal – Camelus dromedarius, satu lagi berpunuk ganda – Camelus bactrianus) yang hidup ditemukan di wilayah kering dan gurun di Asia dan Afrika Utara. Rata-rata umur harapan hidup unta adalah antara 30 sampai 50 tahun.
Domestikasi unta oleh manusia telah dimulai sejak kurang lebih 5.000 tahun yang lalu. Pemanfaatan unta antara lain untuk diambil susu (yang memiliki nilai nutrisi lebih tinggi dari pada susu sapi) serta dagingnya, dan juga digunakan sebagai hewan pekerja.
2.      Ular
Ular berbisa gurun (Cerastes Vipera) hidup di bawah pasir. Ular berbisa ini masuk ke dalam pasir dengan menggeliat bergoyang-goyang menyamping. Ular ini menggerakkan ekornya dari kiri ke kanan dengan sangat cepat. Gerakan ini lalu meliputi seluruh tubuhnya dalam tiga pelintir. Akhirnya sekujur tubuh ular terkubur sepenuhnya, kecuali satu atau kedua matanya saja. Dengan cara ini, ular berbaring sambil menunggu, memburu mangsanya. Tetapi strategi seperti ini dapat menimbulkan risiko bagi mata ular, karena mata ini tetap berada di luar, di tempat yang dapat didera oleh badai pasir secara tiba-tiba. Namun, karena mata ular dirancang khusus, risiko tersebut terhapus seluruhnya. Mata ular berbisa ini terlindung dari gangguan pasir karena memiliki “kaca mata” luar yang terbuat dari sisik yang tembus pandang.
3.      Serigala Gurun
Penghuni gurun yang lain, yaitu serigala gurun bewarna krem, jenis serigala terkecil, memiliki telinga yang sangat besar. Serigala ini hidup di gurun berpasir di Afrika dan Arab. Telinganya yang lebar tidak hanya membantu menentukan tempat mangsanya berada, tetapi juga berfungsi untuk mencegah panas berlebihan dan membuat hewan ini tetap sejuk.

4.      Kadal
Kadal bermoncong-sekop, yang tinggal di gurun, bergerak seperti menari di pasir untuk mendinginkan ekor dan kakinya. Kemudian, dengan bertumpu pada ekornya, kadal ini bergantian mengangkat satu kaki belakang dan satu kaki depan. Setelah beberapa detik, kakinya berganti posisi. Kadal ini seolah berenang di bukit pasir dengan dukungan bentuk tubuh dan hidungnya yang aerodinamis, dan telapak kakinya yang besar memungkinkan kadal berlari di pasir dengan sangat cepat.

5.      Katak Gurun
Katak gurun, yang hidup di Australia, mirip dengan tangki air. Saat hujan, katak ini mengisi kantung-kantung di tubuhnya dengan air. Kemudian dia menguburkan dirinya sendiri di bawah pasir dan mulai menunggu sampai hujan yang berikutnya turun. Bila merasa haus, hewan gurun lainnya mencari katak ini dan meminum airnya, dengan cara mengeluarkan katak ini dari pasir.

2.      Hewan - Hewan di Hutan basah
a.       Pengertian Hutan Basah
Hutan basah adalah yang memperoleh curah hujan yang tinggi sering juga kita kenal dengan istilah hutan pamah. Hutan jenis ini dapat dijumpai di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku bagian utara dan papua. Jenis-jenis yang umum di temukan di hutan ini adalah Meranti ( shorea dan parashorea), kerving ( Dipterocarpus), kapur, kayu besi, dan kayu hitam.


Ciri-ciri :
·         Masa pertumbuhan lama
·         Jenis tumbuhan banyak
·         Ketinggian 20 m sampai 40 m
·         Berdaun lebar
·         Hutan basah
·         Jenis pohon sulur hingga kayu keras
Lingkungan Biotik
1.      Flora menurut lapisan tanahnya:
·         Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul disana-sini dan menonjol di atas tajuk ( kanopi hutan ) sehingga dikenal sebagai “ sembulan”
·         Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 24-36 m. kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis epifit ( termasuk anggrek), bromeliad, lumu, serta lumut kerak, yang hidup melekat di cabang dan rerantingan.
·         Lapisan tajuk bawah,yang tidak menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan seperti jenis pemanjat (liana) yang melillit batang atau mengait cabang untuk mencapai atap tajuk, lmut, paku-pakuan dan paku lumut dan semak-semak.
2.      Fauna hewan yang banyak hidup di daerah hutan basah ini adalah hewan-hewan pemanjat sejenis primate dan nocturnal ( hewan yang aktif pada malam hari ).
 
3.      Hewan – Hewan di Lahan Basah
Menurut konvensi Ramsar (1971) yang termasuk lahan basah adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; permanen atau sementara; dengan air tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk didalamnya wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak melebihi 6 meter pada saat surut terendah (Dugan, 1990). Ekosistem lahan basah merupakan transisi antara sistem terestial dan akuatik, serta memiliki air yang menggenangi permukaannya lebih dari setahun.
Tumbuhan dan hewan yang hidup di dalamnya sangat unik, beradaptasi untuk kondisi penuh air, oksigen yang sangat sedikit, kadang beracun. Fungsi kunci dalam ekosistem diantaranya termasuk penyimpanan air dan hara, transformasi kimia N, P, S, dan C, dan memiliki produktivitas primer yang tinggi. Fungsi-fungsi tersebut akan segera hilang bila lahan basah menjadi kering. Pada tingkat populasi lahan basah berfungsi sebagai habitat kehidupan liar, yang didalamnya terdapat spesies unik dan meningkatkan biodiversitas.

   *  Karakteristik Lahan Basah
Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, kimia, dan hayati, seperti air, tanah, spesies tumbuhan dan hewan, serta unsur hara. Ciri-ciri yang berkaitan dengan komponen fisik, kimia dan hayati tidak sama antara lahan basah yang satu dengan yang lain.
            Suatu lahan dapat disebut lahan basah jika memenuhi salahsatu atau lebih dari tiga kondisi. Pertama, secara periodik terdapat tanaman air. Kedua, merupakan areal yang cukup basah dalam jangka waktu yang lama. Ketiga, secara permanen dalam keadaan jenuh.
Notohanagoro (1996) menyatakan bahwa sistem lahan basah dapat berfungsi membersihkan air karena memiliki empat komponen asasi yaitu:
1.      Vegetasi berfungsi menciptakan lingkungan tambahan bagi populasi mikroba, dan menjadi penghalang aliran air sehingga memudahkan pengendapan sedimen tersuspensi.
2.      Lapisan air berfungsi mengangkut bahan dan gas, menghilangkan hasil sampingan dan menyediakan lingkungan dan air bagi kelangsungan proses biokimia tumbuhan dan mikroorganisme.
3.      Tanah berfungsi mendukung kehidupan vegetasi, menyediakan hamparan permukiman reaktif dalam penyerapan ion dan permukaan untuk populasi mikroorganisme.
4.      Mikroorganisme berfungsi mengurai jasad patogen dan zat-zat pencemar.

* Fungsi Lahan Basah
Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh lahan basah dalam mencegah krisis air bersih adalah melakukan proses pembersihan air limbah. Proses pengurangan bahan pencemar dari air limbah jika ditinjau secara fisik, kimiawi, dan biologis menurut Tome (2005) dilakukan melalui :

1.      Penyaringan bahan suspensi dan koloida yang terdapat dalam air
2.      Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan daun tumbuhan hidup
3.      Pengikatan atau pertukaran bahan pencemar dengan tanah lahan basah, bahan tanaman hidup, bahan tanaman mati dan bahan alga hidup

    * Lahan Basah Buatan
Lahan basah buatan (constructed wetland) merupakan sistem pengolahan air limbah yang menggunakan teknologi sederhana dengan pendekatan baru untuk menurunkan pencemaran lingkungan berdasarkan pemanfaatan tanaman air dan mikroorganisme. Tanaman air pada lahan basah buatan mempunyai peran dalam menyediakan lingkungan yang cocok bagi mikroba pengurai untuk menempel dan tumbuh. Keunggulan sistem ini adalah konstruksinya sederhana tanpa peralatan dan mesin, biaya operasional dan perawatannya yang relatif murah, dan mempunyai kapasitas buffer dengan luas dan lumpur yang dihasilkan sedikit serta stabil. Sistem ini telah dicoba dalam menghalangi dan menahan aliran dan material padatan, menyisihkan pencemar material padatan, menyisihkan beberapa jenis logam, penurunan kadar fosfor, dan penyisihan senyawa nitrogen.
Lahan basah buatan (constructed wetland) terdapat dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung dari pemilihan dan evaluasi lokasi. Sistem ini bisa disesuaikan ke hampir semua lokasi dan bisa dibangun dalam banyak konfigurasi dari unit tunggal kecil yang hanya beberapa meter persegi sampai sistem dengan luas ratusan hektar yang terintegrasi dengan pertanian air atau tambak. Dalam lahan basah buatan (constructed wetland) terdapat dua sistem yang dikembangkan saat ini yaitu :

1.   Free Water Surface System (FWS)
FWS disebut juga rawa buatan dengan aliran di atas permukaan tanah. Sistem ini berupa kolam atau saluran-saluran yang dilapisi dengan lapisan impermeable di bawah saluran atau kolam yang berfungsi untuk mencegah merembesnya air keluar kolam atau saluran. FWS tersebut berisi tanah sebagai tempat hidup tanaman yang hidup pada air tergenang (emergent plant) dengan kedalaman 0,1 - 0,6 m. Pada sistem ini limbah cair melewati permukaan tanah. Pengolahan limbah terjadi ketika air limbah melewati akar tanaman, kemudian air limbah akan diserap oleh akar tanaman dengan bantuan bakteri.

2.   Sub-surface Flow System (SFS)
SFS disebut juga rawa buatan dengan aliran di bawah permukaan tanah. Air limbah mengalir melalui tanaman yang ditanam pada media yang berpori (Novotny dan Olem, 1994). Sistem ini menggunakan media seperti pasir dan kerikil dengan diameter bervariasi antara 3 - 32 mm. Untuk zona inlet dan outlet biasanya digunakan diameter kerikil yang lebih besar untuk mencegah terjadinya penyumbatan (Priyanto dan Prayitno, 2001).
Proses pengolahan yang terjadi pada sistem ini adalah filtrasi, absorbsi oleh mikroorganisme, dan absorbsi oleh akar-akar tanaman terhadap tanah dan bahan organik. Pada sistem SFS diperlukan pengaliran air limbah dari inlet ke outlet. Tipe pengaliran air limbah pada umumnya secara horizontal, karena jenis ini memiliki efisiensi pengolahan terhadap suspended solid dan bakteri lebih tinggi dibandingkan tipe yang lain. Hal ini disebabkan karena daya filtrasinya lebih baik. Penurunan BOD juga lebih baik karena kapasitas transfer oksigen lebih besar (Khiattudin, 2003).
4.      Hewan dan Deforestrasi Hutan
Deforestasi adalah merupakan suatu kondisi saat tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan secara kualitas dan kuantitas.
Salah satu penyebab dari masalah ini adalah karena pengurus hutan yang tidak bisa mengelola hutan dengan baik. Hal lain yang bisa menyebabkan penghancuran hutan adalah jika suatu perusahaan membeli tanah hutan tersebut lalu memutuskan untuk mengambil semua kayunya untuk usahanya itu.

Deforestasi di Indonesia
Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan amphibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72%. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektare per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektare per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. 

Faktor penyebab deforestasi di Indonesia
Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Pertumbuhan industri pengolahan kayu dan perkebunan di Indonesia terbukti sangat menguntungkan selama bertahun-tahun, dan keuntungannya digunakan oleh rejim Soeharto sebagai alat untuk memberikan penghargaan dan mengontrol teman-teman, keluarga dan mitra potensialnya. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, negara ini secara dramatis meningkatkan produksi hasil hutan dan hasil perkebunan yang ditanam di lahan yang sebelumnya berupa hutan. Dewasa ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet dan coklat Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan atau hak-hak penduduk lokal.
Untuk saat ini, penyebab deforestasi hutan semakin kompleks. Kurangnya penegakan hukum yang terjadi saat ini memperparah kerusakan hutan dan berdampak langsung pada semakin berkurangnya habitat orangutan secara signifikan.

Penyebab deforestasi di Indonesia, yaitu :
Hak Penguasaan Hutan
Lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang telah disurvei, masuk dalam kategori “sudah terdegradasi”. Areal konsesi HPH yang mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk mengajukan permohonan izin konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan.
Hutan tanaman industri
.
Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7 juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan tidak produktif.
Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.

llegal logging
Illegal logging adalah merupakan praktek langsung pada penebangan pohon di kawasan hutan negara secara illegal. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup illegal logging terdiri dari : •Rencana penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan akses ke dalam hutan negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk melakukan penebangan pohon dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Penebangan pohon dalam makna sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Produksi kayu yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi dari pembalaka ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang sangat besar dan yang terorganisasi sekarang merajalela di Indonesia; setiap tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak diketahui, tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian kayu dan pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan Indonesia.

Konvensi Lahan
Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan penyebab deforestasi yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar. Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang berpindah mungkin bertanggung jawab atas sekitar 20 persen hilangnya hutan. Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta ha antara tahun 1985 sampai 1997.

Program Transmigrasi
Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut. Disamping itu, para petani kecil dan para penanam modal skala kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai penyebab deforestasi karena mereka membangun lahan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan operasi pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini, transmigrasi “spontan” meningkat, karena penduduk pindah ke tempat yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis. Estimasi yang dapat dipercaya mengenai luas lahan hutan yang dibuka oleh para migran dalam skala nasional belum pernah dibuat.

Kebakaran Hutan
Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang luas dan intensitasnyan belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-98. Sebagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif
Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrim. Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai tergangggu akibatnya adanya konversi lahan atau pembuatan kanal, maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu. Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar. Gambut mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan). Dan baru bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif.

BAB II
Kesimpulan
Gurun yaitu suatu daerah dimana curah hujannya sangat kecil yaitu kurang dari 250mm/tahun,sifat udaranya kering dan hampir tidak ada tumbuh-tumbuhan yang hidup. Gurun pasir sebagai biosper karena gurun pasir merupakan tempat kehidupan yang terdiri semua jasad hidup, air, udara, tanah dan materi yag membentuk ekosistem pada gurun pasir tersebut. Hewan yang tinggal di gurun pasir yaiu Unta, ular, kadal, serigala gurun, katak gurun.
Hutan basah adalah yang memperoleh curah hujan yang tinggi. Ekosistem lahan basah merupakan transisi antara sistem terestial dan akuatik, serta memiliki air yang menggenangi permukaannya lebih dari setahun. Tumbuhan dan hewan yang hidup di dalamnya sangat unik, beradaptasi untuk kondisi penuh air, oksigen yang sangat sedikit, kadang beracun. Fungsi kunci dalam ekosistem diantaranya termasuk penyimpanan air dan hara, transformasi kimia N, P, S, dan C, dan memiliki produktivitas primer yang tinggi.
Suatu lahan dapat disebut lahan basah jika memenuhi salahsatu atau lebih dari tiga kondisi. Pertama, secara periodik terdapat tanaman air. Kedua, merupakan areal yang cukup basah dalam jangka waktu yang lama. Ketiga, secara permanen dalam keadaan jenuh.
Deforestasi adalah merupakan suatu kondisi saat tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan secara kualitas dan kuantitas. Faktor penyebab deforestasi di Indonesia
Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi.



DAFTAR PUSTAKA
Amsah, Yazid. 2009. Analisis Laju Deforestasi Hutan Berbasis Sistem Informasi Geografis  (Studi Kasus Provinsi Papua).
Campbell, N.A. 2004. Biologi. Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
Darmawan, Agus.2005.Ekologi Hewan.Malang: UM Press
Heddy,S dan Kurniati, M. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Mulyanto, Lukman. 2004. Jurnal Manajemen Hutan Tropika ; Analisis Spasial Degradasi Hutan dan Deforestasi: Studi Kasus di PT. Duta Maju Timber, Sumatera Barat.
Rakhmanda, Andhika. 2011. Jurnal Ekologi Pertanian ;  Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta.
Saroeng ,ali. 1978.jurnal kedokteran hewan ; The Morphological Structure of Male Gonad of Geloina erosa in Various Size of Shell in Mangrove Ecosystem Region of Reuleng River Leupung Aceh Besar District. Banda Aceh Universitas Syah Kuala
Soemarno. 2010. Jurnal Pertanian ; Ekosistem Sawah.
Suparno. 2005. Kajian Bioaktif Spons Laut (Forifera: Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Dibidang Farmasi.





0 komentar:

Posting Komentar